Siapa yang tidak ngiler melihat Rujak Natsepa ini?
Rujak. Makanan ini kayaknya termasuk dalam makanan favorit Nusantara
dengan versi yang berbeda-beda sesuai daerahnya. Kali ini saya mau
mengangkat
Rujak Natsepa. Ini rujak orang
Ambon. Orang Ambon bilang, kalau ke Natsepa belum makan rujak, berarti
belum makan rujaknya orang Ambon. Natsepa itu nama pantai di Ambon. Dari
kota Ambon, perjalanan menggunakan mobil kira-kira 45 menit – 1 jam
dengan jarak 19,9 kilometer. Kota Ambon itu kota kecil dengan kondisi
geografis yang bergunung. Om Google bilang perjalanan sekitar 25 menit,
ya itu kalau tanpa macet dan lain-lain. Dan ingat, ini bukan perjalanan
jalan lurus tanpa belok dan tanpa gunung dan lembah. Bukan. Justru
karena ada banyak naik turun dengan geografis yang demikian makanya
perjalanan nyatanya sekitar 45 menit paling cepat, dari kota Ambon.
Sekarang ini, kalau Anda ke Ambon, ada jalan-jalan satu arah juga yang
membuat Anda harus berputar ke satu jalan dulu baru bisa ke jalan utama.
Anda juga bisa menggunakan angkot jurusan Suli, untuk bisa sampai ke
Natsepa. Angkot itu sendiri melewati pantai Natsepa. Nah, rujak Natsepa
dijual sepanjang pantai Natsepa. Ongkos angkot? Tiga ribu rupiah. Jauh
dekat sama saja. Entah kalau supirnya lagi kurang duit mungkin Anda
harus membayar 4000-5000 rupiah. Hehe…
Barisan mobil pengunjung yang datang ke kios-kios Rujak Natsepa.
Puluhan kios rujak yang berjejer rapi di tepi pantai Natsepa.
Ada sekitar kurang lebih 48-50an kios rujak yang berjejer rapi di
tepi pantai Natsepa. Barisan mobil berjejer masuk ke kios-kios itu. Saya
masuk ke kios Mama Eva Haliwela. Semua kios menjual rujak yang sama.
Ada juga es kelapa muda, jagung rebus, dan cemilan lain. Jadi pilih saja
kios yang agak kosong supaya Anda jangan lama-lama ngiler melihat rujak
pengunjung lain. Dan, sepiring kecil Rujak Natsepa dihargai 10 ribu
rupiah.
Tampak buah-buahan tersedia di meja Mama Eva (berhanduk di kepala) yang sedang menyiapkan rujak buat saya.
Mama Eva menyambut kami dengan ramah. Di mejanya tersedia buah-buahan
yang siap diolah menjadi rujak. Mangga, jambu air, nanas, pepaya,
ketimun, belimbing, dan kedondong. Di kios lain ada juga petatas (ubi
jalar) yang dimasukkan bersama dengan buah-buahan tadi. Berjejer rapi
juga toples berisi kacang tanah yang sudah digoreng, gula merah (gula
jawa), cabai rawit, dan tusuk gigi.
Buah-buahan yang digiling bersama gula merah dan kacang tanah goreng.
Mama Eva sudah punya stok kacang tanah yang digiling. Jadi ia hanya
tinggal mengupas buah-buahan tadi dan memasukkan gula merah plus cabai
rawit sesuai selera pengunjung, lalu digilinglah semua itu. Saya cuma
minta 1 cabai. Harum kacang goreng giling dan gula merah sangat
menggoda! Sebentar-sebentar saya hanya bisa menelan ludah.
Sabarrr..sabarrrr… Sebenarnya rujak hanya digiling sebentar supaya gula
merahnya mencair. Jadi tak perlu sampai kacangnya hancur halus Kacang
tanahnya harus banyak dan masih gilingan kasar. Ini juga termasuk
kekhasan Rujak Natsepa, dan juga rujak Ambon lainnya. Kacang gilingnya
masih kasar sehingga terasa betul kacang tanah yang masih bisa kita
kunyah-kunyah sendiri. Tidak lupa saya pesan Es Kelapa Muda-nya.
Es Kelapa Muda bercampur susu kental manis dan sirup berwarna merah.
Inilah, Rujak Natsepa! Siap santap.
Akhirnya, rujak siap disantap! Makan rujak di tepi pantai Natsepa
sambil melihat orang menaiki Banana Boat di laut berair biru muda jernih
ini sambil menyeruput Es Kelapa Muda yang dicampur susu kental manis
dan sirup berwana merah. Sungguh sebuah kenikmatan berlibur yang
menyenangkan! Aih menulis ini saja, saya ingin kembali ke sana hanya
untuk makan Rujak Natsepa. Ngilerrr!…
Pantai Natsepa, Ambon.
Banana Boat yang tersedia bagi pengunjung Pantai Natsepa.
O, ya, Pantai Natsepa bersih. Jadi setelah makan rujak, rugi kalau
tidak mandi di sana. Anda bahkan tidak perlu masuk kawasan komersilnya
yang dikenakan biaya. Karena dari kios rujak Anda bisa langsung lompat
dari situ dan mandi. Habis makan, byurr! Iya, kios-kios rujak itu berada
di atas air laut yang biru jernih. Tidak ada sampah di bawah kios-kios
itu. Bahkan di jajaran kios itu, ada tangga yang bisa dipakai naik turun
agar orang sehabis berenang langsung dari air bisa naik lewat tangga
itu untuk makan rujak, atau sebaliknya . Saya membayangkan, saya sedang
berenang, masih dalam air, lalu mendekat sebentar ke arah pantai ke arah
kios, cukup berteriak (dari air), “
Mama, beta mo pesan rujak satu!” Yang artinya, mama, saya mau pesan rujak satu porsi.
Inilah yang saya sebut, habis makan, byurr!
Karena ini kawasan wisata, orang tidak membuang sampah sembarangan.
Tapi hampir semua tempat di kepulauan Maluku, kita akan amat teramat
sangat jarang melihat sampah di laut. Kesadaran untuk tidak membuang
sampah di laut, sangat tinggi di kalangan orang Maluku. Mungkin mereka
tahu kalau ikan-ikan tidak akan muncul memakan makanan mereka jika ada
sampah di laut. Ikan bisa mati karena sampah yang ada di perairan. Ikan
adalah salah satu sumber makanan utama untuk orang Ambon, dan Maluku
pada umumnya. Bagaimana akan menjual ikan, kalau ikan saja tidak ada?
Logis ‘kan?!.
Oya, Ambon itu hanya salah satu pulau dari kepulauan Maluku yang
lebih besar. Jadi kalau Anda bilang mau ke Ambon, itu berarti Anda hanya
ke salah satu pulau yang bernama Ambon, dengan ibukota yang bernama
sama. Kota Ambon merupakan kawasan bisnis yang paling maju dibanding
pulau-pulau lainnya. Tapi jangan salah, ada banyak harta Maluku lainnya
yang tersembunyi di pulau-pulau lainnya di Maluku. Bukan saja pantai,
tapi juga gua, gunung, dan terutama alamnya yang kaya yang menyediakan
segala rempah dan semua yang bisa dimakan, yang kalau dijual di Jakarta
harganya akan selangit. Tidak heran, orang Eropa ngiler mengincar
rempah-rempah sampai ke bumi Pattimura.
Oke, Rujak Natsepa dan Pantai Natsepa. Ini hanya secuil dari
kekayaaan Maluku yang ada. Saya masih punya “harta” Maluku yang lain di
tulisan-tulisan berikutnya. Hmphh.. Aduh Mama,
beta masih menelan ludah membayangkan gilingan kacang tanah dan nanas yang manis dan gurih itu…
![Masih terbayang, makan rujak di tepi laut.](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_u39Haajsi80nCufnsGO4aeqp7Pjly5jAlJdfLI9cri65AA2_OeiI70CoRfhVfj0WKOr3xJzfxMzjkFas-YTGICi32d3IjIuqKY-r_4AJp5YjhFb5ElbD6ON5nfBSQa_oUhouG6OWz6MYU2JEmV=s0-d)
Masih terbayang, makan rujak di tepi laut.